Penting!! Ini Metode Mendidik Anak Semoga Dapat Menjadi Penyejuk Dunia Dan Akhirat


Gambar dilansir dari tagwart.com

Pak-buk istighfar!

Dalam Al-Qur'an, Allah Swt telah membuktikan dengan begitu jelas.

Nikmat keberadaan anak itu sekaligus juga merupakan ujian yang sanggup menjerumuskan seorang hamba dalam kebinasaan.

Mau binasa gara-gara salah didik? Maka lakukan hal ini supaya anak sanggup menjadi penyejuk dunia dan akhirat.

Kehadiran sang buah hati dalam sebuah rumah tangga sanggup diibaratkan mirip keberadaan bintang di malam hari, yang merupakan hiasan bagi langit.

Demikian pula arti keberadaan seorang anak bagi pasutri, sebagai aksesori dalam kehidupan dunia.

Ini berarti, kehidupan rumah tangga tanpa anak, akan terasa hampa dan suram.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَاباً وَخَيْرٌ أَمَلاً

Harta dan bawah umur yakni aksesori kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal dan shaleh yakni lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Qs.al-Kahfi: 46)

Namun yang harus orang bau tanah sadari, bersamaan dengan itu nikmat keberadaan anak ini sekaligus juga merupakan ujian yang sanggup menjerumuskan seorang hamba dalam kebinasaan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan hal ini dalam firman-Nya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kau terhadap mereka…” (Qs. At-Taghaabun:14)

Makna “menjadi musuh bagimu” yakni melalaikan kau dari melakuakan amal shaleh dan sanggup menjerumuskanmu ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketika menafsirkan ayat di atas, syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “…Karena jiwa insan mempunyai fitrah untuk cinta kepada istri dan anak-anak, maka (dalam ayat ini) Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan hamba-hamba-Nya supaya (jangan sampai) kecintaan ini menimbulkan mereka menuruti semua keinginan istri dan bawah umur mereka dalam hal-hal yang tidak boleh dalam syariat. Dan Dia memotivasi hamba-hamba-Nya untuk (selalu) melaksanakan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya…” .

Makara sungguh benar-benar merugi ketika banyak orang bau tanah lebih besar hati anaknya lebis suka kemaksiatan daripad ketaatan.

Contohnya, "ketika hari ini orang bau tanah lebih besar hati dengan anaknya yang suka bernyanyi namun malas mengaji"

Agama Islam sangat menekankan kewajiban mendidik anak dengan pendidikan yang bersumber dari petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang materi bakarnya yakni insan dan batu.”  (Qs. at-Tahriim: 6)

Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “(Maknanya):  Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu dan keluargamu.”

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Memelihara diri (dari api neraka) yakni dengan mewajibkan bagi diri sendiri untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta bertobat dari semua perbuatan yang mengakibatkan kemurkaan dan siksa-Nya. Adapun memelihara istri dan bawah umur (dari api neraka) yakni dengan mendidik dan mengajarkan kepada mereka (syariat Islam), serta memaksa mereka untuk (melaksanakan) perintah Allah. Maka seorang hamba tidak akan selamat (dari siksaan neraka) kecuali bila dia (benar-benar) melaksanakan perintah Allah (dalam ayat ini) pada dirinya sendiri dan pada orang-orang yang dibawa kekuasaan dan tanggung jawabnya” .

Kewajiban orang bau tanah membawa anak kecil ke mesjid dan mendidik mereka dengan budpekerti yang bermanfaat (bagi mereka), serta melarang mereka melaksanakan sesuatu yang membahayakan mereka sendiri, (yaitu dengan) melaksanakan hal-hal yang diharamkan (dalam agama).

Meskipun anak kecil belum dibebani kewajiban syariat, namun hal tersebut dilakukan supaya mereka terlatih melaksanakan amal kebaikan.

Metode Pendidikan Anak yang Benar

Dilansir dari muslimah.or.id, Agama Islam yang tepat telah mengajarkan adab-adab yang mulia untuk tujuan penjagaan anak dari upaya setan yang ingin memalingkannya dari jalan yang lurus semenjak dia dilahirkan ke dunia ini.

Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Aku membuat hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (suci dan cenderung kepada kebenaran), kemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan mereka dari agama mereka (Islam).”

Dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tangisan seorang bayi ketika (baru) dilahirkan yakni bacokan (godaan untuk menyesatkan) dari setan.”

Perhatikanlah hadits yang agung ini, bagaimana setan berupaya keras untuk memalingkan insan dari jalan Allah semenjak mereka dilahirkan ke dunia.

Padahal bayi yang gres lahir tentu belum mengenal nafsu, indahnya dunia dan godaan-godaan duniawi lainnya.

Maka bagaimana keadaannya kalau dia telah mengenal semua godaan tersebut?

Di sini terlihat terang fungsi utama syariat Islam dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjaga anak yang gres lahir dari godaan setan, melalui adab-adab yang diajarkan dalam sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bekerjasama dengan kelahiran seorang anak.

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata, “Yang memilih (keberhasilan) pelatihan anak, susah atau mudahnya, yakni kemudahan (taufik) dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan bila seorang hamba bertakwa kepada Allah serta (berusaha) menempuh metode (pembinaan) yang sesuai dengan syariat Islam, maka Allah akan memudahkan urusannya (dalam mendidik anak).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah pasti Dia akan menimbulkan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya.” (Qs. ath-Thalaaq: 4)

Pembinaan Rohani dan Jasmani

Cinta yang sejati kepada anak tidaklah diwujudkan hanya dengan mencukupi kebutuhan duniawi dan akomodasi hidup mereka.

Akan tetapi yang lebih penting dari semua itu pemenuhan kebutuhan rohani mereka terhadap pengajaran dan bimbingan agama yang bersumber dari petunjuk al-Qur-an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Inilah bukti cinta dan kasih sayang yang sebenarnya, lantaran diwujudkan dengan sesuatu yang bermanfaat dan kekal di dunia dan di alam abadi nanti.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji Nabi-Nya Ya’qub ‘alaihissalam yang sangat mengutamakan pelatihan kepercayaan bagi anak-anaknya, sehingga pada saat-saat terakhir dari hidup beliau, nasehat inilah yang dia tekankan kepada mereka.

Allah berfirman,

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهاً وَاحِداً وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Adakah kau hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, ‘Apa yang kau sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab, ‘Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyangmu, Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq, (yaitu) Rabb Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya.'” (Qs. al-Baqarah: 133)

Renungkanlah contoh agung dari Nabi Allah yang mulia ini, bagaimana dia memberikan nasehat terakhir kepada anak-anaknya untuk berpegang teguh dengan agama Allah , yang landasannya yakni ibadah kepada Allah semata-semata (tauhid) dan menjauhi perbuatan syirik (menyekutukan-Nya dengan makhluk).

Dimana kebanyakan orang pada saat-saat mirip ini justru yang mereka berikan perhatian utama yakni kebutuhan duniawi semata-mata; Apa yang kau makan sepeninggalku nanti? Bagaimana kau mencukupi kebutuhan hidupmu? Dari mana kau akan mendapat penghasilan yang cukup?

Dalam ayat lain Allah berfirman,

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi nasehat kepadanya, ‘Hai anakku, janganlah kau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) yakni benar-benar kezaliman yang besar.'” (Qs. Luqmaan: 13)

Lihatlah bagaimana hamba Allah yang shaleh ini memperlihatkan nasehat kepada buah hati yang paling dicintai dan disayanginya, orang yang paling pantas mendapat hadiah terbaik yang dimilikinya, yang oleh lantaran itulah, nasehat yang pertama kali disampaikannya untuk buah hatinya ini yakni perintah untuk menyembah (mentauhidkan) Allah semata-mata dan menjauhi perbuatan syirik .

:

Manfaat dan Pentingnya Pendidikan Anak

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah – semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya – berkata,

Salah seorang ulama berkata, ‘Sesugguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari tamat zaman (nanti) akan meminta pertanggungjawaban dari orang bau tanah ihwal anaknya sebelum meminta pertanggungjawaban dari anak ihwal orang tuanya".

Karena sebagaimana orang bau tanah mempunyai hak (yang harus dipenuhi) anaknya, (demikian pula) anak mempunyai hak (yang harus dipenuhi) orang tuanya.

Maka sebagaimana Allah berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْأِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْناً

Dan Kami wajibkan insan (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya.” (Qs. al-‘Ankabuut: 8)

(Demikian juga) Allah berfirman,

قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang materi bakarnya yakni insan dan batu.” (Qs. at-Tahriim: 6)

Maka barangsiapa yang tidak mendidik anaknya (dengan pendidikan) yang bermanfaat baginya dan membiarkannya tanpa bimbingan, maka sungguh dia telah melaksanakan keburukan yang besar kepada anaknya tersebut.

Mayoritas kerusakan (moral) pada bawah umur timbulnya (justru) lantaran (kesalahan) orang bau tanah sendiri, (dengan) tidak memperlihatkan (pengarahan terhadap) mereka, dan tidak mengajarkan kepada mereka kewajiban-kewajiban serta anjuran-anjuran (dalam) agama.

Sehingga lantaran mereka tidak memperhatikan (pendidikan) bawah umur mereka sewaktu kecil, maka bawah umur tersebut tidak sanggup melaksanakan kebaikan untuk diri mereka sendiri, dan (akhirnya) merekapun tidak sanggup melaksanakan kebaikan untuk orang bau tanah mereka ketika mereka telah lanjut usia.

Cukuplah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut memperlihatkan besarnya manfaat dan keutamaan mendidik anak,

إن الرجل لترفع درجته في الجنة فيقول: أنى هذا ؟ فيقال: باستغفار ولدك لك

Sungguh seorang insan akan ditinggikan derajatnya di nirwana (kelak), maka dia bertanya, ‘Bagaimana saya sanggup mencapai semua ini? Maka dikatakan padanya: (Ini semua) disebabkan istigfar (permohonan ampun kepada Allah yang selalu diucapkan oleh) anakmu untukmu.'”

Sebagian dari para ulama ada yang membuktikan makna hadits ini yaitu: bahwa seorang anak bila dia menempati kedudukan yang lebih tinggi dari pada ayahnya di nirwana (nanti), maka dia akan meminta (berdoa) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala supaya kedudukan ayahnya ditinggikan (seperti kedudukannya), sehingga Allah pun meninggikan (kedudukan) ayahnya.

Dalam hadits shahih lainnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Jika seorang insan mati maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah yang terus mengalir (pahalanya lantaran diwakafkan), ilmu yang terus diambil keuntungannya (diamalkan sepeninggalnya), dan anak shaleh yang selalu mendoakannya.

Hadits ini memperlihatkan bahwa semua amal kebaikan yang dilakukan oleh anak yang shaleh pahalanya akan hingga kepada orang tuanya, secara otomatis dan tanpa perlu diniatkan, lantaran anak termasuk pecahan dari perjuangan orang tuanya.

Adapun penyebutan “doa” dalam hadits tidaklah memperlihatkan pembatasan bahwa hanya doa yang akan hingga kepada orangtuanya , tapi tujuannya yakni untuk memotivasi anak yang shaleh supaya mendoakan orang tuanya.

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani – semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya – berkata,

“(Semua pahala) amal kebaikan yang dilakukan oleh anak yang shaleh, juga akan diperuntukkan kepada kedua orang tuanya, tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala anak tersebut, lantaran anak yakni pecahan dari perjuangan dan upaya kedua orang tuanya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

Dan sebenarnya seorang insan tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (Qs. an-Najm: 39)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh sebaik-baik (rezki) yang dimakan oleh seorang insan yakni dari usahanya sendiri, dan sungguh anaknya termasuk (bagian) dari usahanya.

Kandungan ayat dan hadits di atas juga disebutkan dalam hadits-hadist (lain) yang secara khusus memperlihatkan sampainya manfaat (pahala) amal kebaikan (yang dilakukan) oleh anak yang shaleh kepada orang tuanya, mirip sedekah, puasa, memerdekakan budak dan yang semisalnya.”

Semoga pembahasan ini sanggup menjadi motivasi bagi kita untuk lebih memperhatikan pendidikan anak kita, utamanya pendidikan agama mereka.

Karena pada gilirannya semua itu keuntungannya untuk kebaikan diri kita sendiri di dunia dan alam abadi nanti.

Demikian, semoga bermanfaat! Wallahu A'lam.