Jangan Hingga Salah, Ini Perbedaan Mengenai Madzi, Mani Dan Wadi


Gambar diolah via haryedun.blogspot.com

Kebanyakan orang masih galau dalam membedakan cairan yang keluar dari alat kelaminnya, bahkan ada yang salah mengartikannya. 

Sampai-sampai semua yang keluar dari alat kelamin disebut mani.

Ketahuilah, cairan yang keluar dari alat kelamin laki-laki hanya ada 3, berikut klarifikasi singkatnya..

Sering menemukan pertanyaan dan ketidakpahaman orang mengenai aturan dan perbedaan antara air madzi, air mani, dan air wadi. yang mana ketiga-tiganya tampak hampir sama dan sama-sama keluar dari kemaluan laki-laki. Padahal ketiga hal tersebut merupakan hal-hal yang sering terjadi dan bahkan tidak lepas dari kehidupan manusia.

:

Agar kebingungan kalian terjawab, berikut perbedaan antara air madzi, air mani dan air wadhi :

1. Madzi: Cairan bening, tidak terlalu kental, tidak berbau, keluarnya tidak memancar, sesudah keluar tidak lemas, biasanya keluar sebelum mani keluar. Cairan ini termasuk najis ringan (najis mukhaffafah), namun kalau keluar, tidak menimbulkan wajib mandi dan tidak membatalkan puasa.

2. Mani: Cairan yang keluar dikala syahwat mencapai puncak, mempunyai amis khas, disertai pancaran, sesudah keluar menjadikan lemas. Hukum cairan ini tidak najis, berdasarkan pendapat yang kuat, namun kalau keluar sanggup menimbulkan hadats besar, sehingga sanggup membatalkan puasa dan wajib mandi.

3. Wadi: Cairan bening, agak kental, keluar dikala kencing. Dari ketiga cairan di atas, yang paling gampang dibedakan yakni wadi, sebab cairan ini hanya keluar dikala kencing, baik bersamaan dengan keluarnya air kencing atau setelahnya. (Lihat Al-Wajiz fi Fiqh Sunnah, hlm. 24–25)

Sementara itu, yang agak sulit dibedakan yakni madzi dan mani. Untuk memudahkan pembahasan terkait dua cairan ini, duduk masalah ini sanggup dirinci pada dua keadaan: dikala sadar dan dikala tidur.

Pertama, dikala sadar.

Cairan yang keluar dalam kondisi sadar, sanggup digolongkan termasuk kalau memenuhi tiga syarat:

1. Keluarnya memancar, disertai syahwat memuncak, sebagaimana yang Allah sebutkan di surat Ath-Thariq, ayat 5–6.

2. Ada amis khas air mani

3. Terjadi futur (badan lamas) sesudah cairan tersebut keluar. (Asy-Syarhul Mumti’, 1:167)

Jika cairan keluar dikala kondisi sadar dan tidak disertai tiga sifat di atas maka cairan itu yakni madzi, sehingga tidak wajib mandi. Misalnya, cairan tersebut keluar dikala sakit, dikala kelelahan, atau cuaca yang sangat dingin, ibarat yang dilansir oleh konsultasisyariah.com

Kedua, dikala tidur.

Orang yang bangkit tidur, kemudian ada serpihan yang berair di pakaiannya, tidak lepas dari tiga keadaan:

1. Dia yakin bahwa itu yakni mani, baik ia ingat mimpi ataukah tidak. Dalam kondisi ini, ia diwajibkan untuk mandi, berdasarkan komitmen ulama. (Lihat Al-Mughni, 1:269)

2. Dia yakin bahwa itu bukan mani, sebab yang melekat hanya tetesan cairan atau cairan berbau pesing, misalnya. Dalam kondisi ini, ia tidak wajib mandi. Namun, ia wajib mencuci serpihan yang berair sebab cairan ini dihukumi sebagaimana air kencing.

3. Dia ragu, apakah itu mani ataukah madzi. Dalam kondisi semacam ini, ia mengacu pada keadaan sebelum tidur atau dikala tidur. Jika ia ingat bahwa dikala tidur ia bermimpi, maka cairan itu dihukumi sebagai mani.

Namun, kalau ia tidak mengingatnya, dan sebelum tidur ia sempat membayangkan jima’ maka cairan itu dihukumi sebagai madzi sebab cairan ini keluar dikala ia membayangkan jima’, sementara ia tidak mencicipi keluarnya suatu cairan. (Asy-Syarhul Mumti’, 1:168)

Adapun kalau ia tidak ingat mimpi dan tidak memikirkan sesuatu sebelum tidur, ulama berselisih pendapat perihal hukumnya. Ada yang beropini wajib mandi, sebagai bentuk kehati-hatian, dan ada yang beropini tidak wajib mandi.

Insya Allah, pendapat yang lebih berpengaruh yakni wajib mandi, berdasarkan hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya perihal laki-laki yang tidak ingat mimpi, namun daerah tidurnya basah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia wajib mandi.” (H.R. Abu Daud; dinilai hasan oleh Al-Albani)

Wallahu a'lam.