Suami Terjebak Hutang, Benarkah Istri Tidak Berhak Ikut Menanggung?

Gambar ilsutrasi via youtube.com

Pak Ustadz...

Ada yang mengatakan, jikalau suami terlilit hutang maka istri tak berhak ikut menanggungnya.

Padahal suami bekerja keras untuk menghidupi anak dan istrinya, meski lalu dia gagal dan terlilit hutang apakah istri tetap tidak berhak ikut melunasi hutang suami?

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Istri, berapapun jumlah hartanya, tidak berkewajiban untuk menanggung nafkah suaminya. Karena harta istri menjadi murni milik istri.

Allah menegaskan bahwa harta istri murni menjadi miliknya, dan tidak ada seorangpun yang boleh mengambilnya kecuali dengan kerelaan istri. Dalil kesimpulan ini yaitu ayat wacana mahar,

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kau nikahi) sebagai pertolongan dengan penuh kerelaan. Kemudian jikalau mereka menyerahkan kepada kau sebagian dari maskawin itu dengan bahagia hati, maka makanlah (ambillah) pertolongan itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 4)

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dijelaskan tafsir ayat ini,

والآية الكريمة علقت جواز أخذ مال الزوجة على أن يكون بطيب النفس وهو أبلغ من مجرد الإذن، فإن المرأة قد تتلفظ بالهبة والهدية ونحو ذلك بسبب ضغط الزوج عليها مع عدم رضاها بإعطائه، وعلم من هذا أن المعتبر في تحليل مال الزوجة إنما هو أن يكون بطيب النفس

Ayat di atas menjelaskan bahwa suami boleh mengambil harta istri jikalau disertai kerelaan hati. Dan kerelaan hati itu lebih dari sebatas izin.

Karena terkadang ada perempuan yang dia menghibahkan atau menghadiahkan hartanya atau semacamnya, disebabkan tekanan suami kepadanya. Sehingga diberikan tanpa kerelaan.

Disimpulkan dari sini, bahwa yang menjadi contoh wacana halalnya harta istri yaitu adanya kerelaan hati. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 32280)

Jika harta mahar, yang itu asalnya dari suami diberikan kepada istrinya, dihentikan dinikmati suami kecuali atas kerelaan hati sang istri, maka harta lainnya yang murni dimiliki istri, menyerupai penghasilan istri atau warisan milik istri dari orang tuanya, tentu dihentikan dinikmati oleh suaminya kecuali atas kerelaan istri juga.

Dengan demikian, istri tidak wajib menanggung utang suami lantaran istri tidak wajib menafkahi suaminya, menyerupai dilansir dari konsultasisyariah.com.

Namun ingat juga, dikala istri rela dan ridho membantu suaminya. Maka akan mendapat ganjaran 2 kali lipat!

Diriwayatkan dari ainab ats-Tsaqafiyah, istri Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai kaum perempuan bersedekahlah kau sekalian walaupun dari perhiasanmu.”

Zainab berkata, “Saya pulang menemui Abdullah bin Mas’ud (suamiku), dan menyatakan, “Sesungguhnya engkau pria yang sedikit penghasilannya sedangkan Rasulullah SAW memerintahkan kami berzakat maka datangilah dan bertanyalah kepada beliau. Kalau boleh, aku berzakat kepadamu dan kalau dihentikan aku berikan kepada orang lain.’’

Abdullah berkata, ‘’Kamu sendirilah yang tiba kepada beliau.’’ Maka aku pun berangkat ke kawasan Rasulullah SAW dan di sana ada seorang perempuan Anshar yang berada di pintu dia untuk memberikan permasalahan yang sama.

Keluarlah Bilal untuk menemui kami. Kamipun berkata kepada Bilal, ’’Temuilah Rasulullah SAW dan kabarkanlah dia kalau ada dua orang perempuan yang berada di depan pintu dia yang akan bertanya apakah boleh sedekah diberikan kepada suami dan bawah umur yatim yang diasuh keduanya? Dan jangan kau jelaskan siapa kami ini.’’

Bilal lalu masuk dan menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW, dia bertanya, ‘’Siapakah dua perempuan itu? Bilal menjawab,’’ Seorang perempuan Anshar dan Zainab.’ Tanya dia pula,’’Zainab yang mana?’’ Ia menjawab,’’Istri Abdullah.’’

Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘’Bagi kedua perempuan itu mendapat dua pahala, yaitu pahala (menyambung) kerabat dan pahala sedekah.” (Muttafaqun ‘alaih).

Hadis di atas menunjukkan pelajaran penting kepada kita, boleh hukumnya seorang istri berzakat kepada suami terutama bila suaminya belum bekerja atau mempunyai penghasilan yang sedikit atau bahkan terlilit hutang.

Demikian, Wallahu A'lam.